Setiap manusia pasti punya masalah dan setiap masalah pasti ada jalan keluar. Saya meyakini itu. Tidak sepenuhnya jalan yang ada di depan adalah jalan buntu, suatu saat kita akan menemukan jalan yang terarah, menuju kesuksesan.
Setelah mempelajari berbagai persoalan yang ada, saya mengambil kesimpulan, sebenarnya, masalah yang ada justru bukan datang dari luar, bukan datang dari faktor eksternal, tapi datang dari dalam, dari diri sendiri, dari perilaku kita sendiri. Terkadang, kita terlalu mengambil jalan pintas untuk mencapai sesuatu yang seharusnya dijalani bertahap, jalan pintas itu yang menyebabkan kita tergelincir dan jatuh.
Baca Juga: Mengukur Kinerja Orang Lain, Bagaimana Kinerjamu?
Setelah menyadarinya, apakah perlu hanya meratap. Tidak, kita butuh melakukan langkah kongkrit untuk mencapai apa yang telah ditanamkan, apa yang sudah dicita-citakan.
Sangat mudah bagi kita untuk menyalahkan orang lain tanpa berkaca kepada diri sendiri. Belum tentu orang yang kita salahkan seburuk yang dikira. Bisa jadi, kitalah penyebabnya tanpa mempertimbangkan ego yang terlalu besar. Itulah realita yang tanpa disadari, tanpa berkaca kepada diri sendiri.
Melakukan Kesalahan Berulang
Yang sangat menyedihkan adalah melakukan kesalahan yang berulang-ulang. Sudah tau itu salah, sudah tau itu jalan yang tidak benar, kenapa harus dilewati. Itulah manusia yang terlalu dibuai oleh nafsu serakahnya.
Ketika mendapatkan hukuman, penyesalan sudah tidak ada arti, yang dibutuhkan adalah memperbaiki diri.
Anehnya, ketika telah mencapai zona nyaman, kesalahan berulang lagi. Kembali lagi ke titik yang semestinya sudah ditinggalkan menuju titik puncak lainnya.
Nafsu, kepuasan dan keserakahan memang menjadi momok yang menakutkan. Genggaman mereka akan membuat manusia melakukan kesalahan yang berulang terus menerus. Mudah lupa dengan kesalahan masa lalu yang berujung kepada menyesal di akhirnya.
Merasa Sendiri
Yang lebih pilu lagi adalah merasa sendiri, seolah-olah tak ada lagi pertolongan. Orang lain, tidak akan bisa memecahkan masalah yang dihadapi. Begitulah kenyataanya.
Dunia seperti hampa. Tak ada jalan lagi untuk mencapainya. Tak ada gunanya lagi hidup yang penuh dengan masalah. Padahal dirinya sendiri yang menciptakan masalah. Dirinya sendiri yang membuat hawa negatif menghinggapinya.
Mencari Jalan Keluar
Ketika di titik ini, mencari jalan keluar adalah langkah yang pasti. Tak mungkin membiarkan diri sendiri terkurung dalam ruangan gelap dan hampa. Harus ada upaya, harus ada daya, sehingga terciptanya energi-energi postif yang mendukung langkah menuju jalan yang benar.
Penolakan-penolakan yang ada, semua itu hanyalah anak tangga menuju langkah selanjutnya. Harus dilewati, harus ditapaki, tanpa harus ditangisi, diratapi dan disesali.
Baca Juga: Pernahkah Kita Mengharapkan Keajaiban
Kamu akan menggunakan otakmu dengan optimal sehingga mencapai hasil yang maksimal. Optimalisasi usaha kadang memang harus dipaksa, jika ingin hasilnya luar biasa. Tidak akan ada hasil jika hanya setengah-setangah, harus ada langkah cerdas dan tuntas. Harus ada kerja yang luar biasa dan mencapai hasil yang luar biasa pula.
Lalu apa langkah awal dari mencari jalan keluar?
Harus ada rencana yang jelas dan aksi yang nyata, seperti rumusan prinsip organisasi yang disampaikan oleh George R. Kelly yakni Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling atau yang biasa disingkat dengan POAC.
Prinsip-prinsip itu tidak hanya berlaku pada organisasi tetapi juga berlaku pada diri sendiri, mengapa demikian? Manusia adalah mahluk sosial dan bukanlah mahluk individual, oleh karena itu dimanapun tempat, prinsip ini juga berlaku, misalnya di dalam keluarga. Keluarga adalah bentuk terkecil dari sebuah organisasi yang tanpa disadari memang setiap insan berperan di dalamnya.
Prinsip ini juga sangat baik sekali untuk mengembangkan diri dan mencari jalan keluar yang akan dihadapi. Seperti, Planningatau perencanaan. Terkadang, kita tidak bisa menyerahkan segala sesuatunya begitu saja, mengalir tanpa tujuan. Air saja mengalir dengan kepastian, dari tempat yang tinggi menuju tempat yang rendah. Begitu hukum alamnya.
Merencanakannya adalah titik awal, titik tumpu untuk menentukan arah mana yang harus dituju. Dengan begitu, kita akan memiliki arah yang jelas, mana yang harus dilakukan dan mana yang harus dilewati. Atau dengan istilah lainnya yakni SMART (Specifik, Measurable, Achievable, Realistic, Time).
Specific memiliki arti bahwa perencanaan harus jelas maksud dan ruang lingkupnya. Measurable berarti dapat diukur kemampuan dalam mencapai keberhasilan sebuah rencana. Achievable, yang pasti setelah dapat diukur, ini berati dapat kita capai dan bukanlah sebuah angan-angan. Realistic berarti realistis, sesuai dengan kenyataan dan kemampuan sumber daya yang dimiliki. Time, tentunya harus ada batas waktu. Jika tidak ada batas waktu, itu sama saja menyia-nyiakan potensi yang ada. Harus ada progres, harus ada pencapaian yang diraih.
Setelah perencanaan dibuat, harus ada pengorganisasian, pendelegasian wewenang, bukan manajemen tusuk sate. Harus ada peran dan tanggung jawab yang dibagi.
Selanjutnya adalah Actuating, pelaksanaan. Harus ada aksi, jika tidak ada aksi maka semuanya akan sia-sia. Dilanjutkan dengan Controlling, harus ada pengawasan, evaluasi dan proyeksi dan seterusnya.
Itulah, catatan kecil dari saya yang sedang menghadapi persoalan. Mudah-mudahan tulisan singkat ini juga bermanfaat bagi yang membaca. Saya meyakini jalan keluar pasti ada. Banyak jalan menuju Roma. Merdeka..!!!!