Bloomberg Businessweek (26/06/2019) memuat artikel dengan judul yang cukup provokatif, Hooked atau pecandu narkoba. Artikel ini memang menceritakan seorang pecandu narkoba, Anthony Hathaway namanya. Bloomberg menjadikannya artikel karena sepertinya Hathaway bukan pecandu biasa.
Hathaway memang bukan pecandu biasa. Dikenal sebagai siswa yang baik dan pintar, dan dengan pendidikan diploma, bekerja sebagai desainer teknik Boeing Co. Sepuluh tahun bekerja, diangkat sebagai Engineer pada divisinya, dan satu-satunya orang berpendidikan diploma yang diangkat pada posisi tersebut dengan pendapatan lebih dari $100,000/tahun atau Rp1 milyar lebih/tahun.
Kapan Hathtaway menjadi pecandu dia sendiri tidak menyadarinya. Seingatnya pada saat menjalani operasi, dia menemukan “barang” yang mampu meringankan rasa sakitnya. Dengan menjadi pecandu, pendapatan yang dimilikinya menjadi tidak cukup, sehingga bank menjadi sasaran untuk mendapatkan “uang obat” tersebut.
Baca Juga: Utang Bukanlah Momok
Hathway memilih bank karena paham teller bank tidak akan melawan jika merampoknya. Hal ini diketahuinya dari orang tuanya, yang dulu juga bekerja sebagai teller di bank. Hathway mendapatkan “kursus” merampok bank dari orang tuanya. Orang tuanya tidak mendukung Hathaway melakukan tindakannya merampok bank, namun tetap memberikan nasihat jika Hathway membutuhkan keterangan. Hathaway tidak bermain tanggung. Sekitar 30 bank dirampoknya. Hathaway merampok dengan dingin dengan langsung mendatangi teller sebagaimana nasabah biasa dan berpura-pura bersenjata.
Satu yang membedakannya dengan para perampok bank lainnya adalah soal moralitas. Walaupun sebagai pecandu dan perampok, Hathaway memiliki standar. Berbeda dengan pecandu lainnya yang kalau kepepet akan menjadi maling atau perampok, Hathaway memilih sasaran yang tidak merugikan orang lain secara langsung. Hathway merampok Bank.
Walaupun mengetahui tindakannya salah, Hathaway tidak ingin menjadi perampok yang merugikan orang lain di sekelilingnya atau masyarakat. Bagi Hathaway, mencuri atau merampok orang lain, akan membuat orang lain menderita. Hathaway berujar hal itu tidak dapat diterima olehnya, dan tidak akan tertelan oleh perutnya. Hathaway tidak ingin melihat dirinya sedikit lebih baik hidupnya dengan membuat orang lain menderita. Hathaway mengetahui uang di bank itu diasuransikan, sehingga beranggapan dengan merampoknya, tidak akan merugikan orang lain.
Lalu apa hubungannya Hathaway dengan Tukang Bibit?. Hubungannya ada di moralitas dan bank.
Tukang Bibit ini, yang saya temui di pasar tradisional sambil ngobrol ngalur ngidul adalah mantan debt collector atau bagian penagihan bank.
Baca Juga: MEA, Kemaritiman dan Pembangunan Desa
Tidak sebagaimana Hathaway yang diploma, dia hanya tamatan MAN. Awal bekerja sebagai bagian penagihan di Bank X, sering ditemui nasabah yang menunggak tagihan bulanan. Pada awalnya, Tukang Bibit ini sering juga menalangi nasabah yang menunggak, yang mungkin dengan memelas untuk minta tolong ditalangi terlebih dahulu. Namun seiring waktu, nasabah yang dibantu tersebut ternyata menipunya, sehingga jalan beberapa bulan, diniatkannya untuk menjadi raja tega, menagih tanpa ampun.
Jalan beberapa bulan, sampailah Tukang Bibit itu pada titik yang membalik kehidupannya.
Dengan niat pagi hari seperti biasa untuk menjadi raja tega, hari itu didatanginya nasabah tukang krupuk yang meminjam dari Bank X. Tukang Bibit ini tahu, saat ini Tukang Krupuk itu usahanya sedang bangkrut, dan pada saat didatanginya, hanya ditemui istrinya yang sedang memangku anaknya yang berusia satu tahun. Dengan mata berkaca-kaca, istrinya hanya punya uang 50 ribu, dan jika ingin diambilnya, itulah uang yang dia punya saat itu.
Melihat anak yang dipangku istri tukang krupuk tersebut, Tukang Bibit ini menolaknya, dan menyampaikan pesan saja kepada suaminya yang sedang bekerja di luar kota untuk membayar tagihan yang sudah menunggak tersebut.
Dalam perjalanan pulang tersebut, Tukang Bibit itu menangis. Tidak kuat melihat mata ibu yang berkaca-kaca hampir menangis itu, yang sedang memangku anaknya. Besoknya, Tukang Bibit ini memilih untuk menjadi Tukang Bibit dan berhenti dari pekerjaanya sebagai penagih pada Bank X.
Baca Juga: Memberdayakan Zakat Bagi Ekonomi Umat
Disinilah moralitas individu Hathaway dan Tukang Bibit ini bertemu untuk tidak ingin merugikan orang lain hanya untuk keuntungan pribadinya. Keduanya bertemu pada insitusi yang bernama bank, namun dengan pilihan sikap yang berbeda. Hathaway merampoknya dan Tukang Bibit berhenti menjadi pegawai bank. Dan disinilah batas siapa yang bermoral menjadi abu-abu. Menurut bank, tindakan Hathaway adalah kejahatan, namun akan dijawab berbeda oleh nasabah bank yang disita asetnya atau yang seperti tukang krupuk tadi.
Kisah kedua orang tersebut sama sekali tidak dapat digeneralisir, namun itu adalah setitik potret bagaiman insititusi keuangan semacam bank bekerja. Sebagai pekerja, khususnya bagian penagihan, ada “hati” yang harus dimatikan demi tuntutan profesi. Pegawai yang tidak mau mematikan hatinya itu sekarang sudah berhenti dari bank dan Hathway, perampok bank itu, dinyatakan bersalah dan akan bebas pada 23 Desember 2019.
Di atas semuanya, keduanya bertindak atas dasar moralitas individu, kapankan Bank bertindak atas moralitas insitusi?.
Hathaway dan Tukang Bibit
Oleh: Muslimin
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung