Teori Pembangunan Seimbang

teori pembangunan seimbang

Pada artikel Teori Pembangunan Seimbang ini akan dijabarkan beberapa teori yang dikemukakan para ahli. Simak terus pembahasan selanjutnya.

RosensteinRodan

Menggagas program pembangunan di Eropa selatan dan Tenggara dengan program pembangunan industrialisasi secara besar‐besaran, dimana industrialisasi di daerah yang kurang berkembang merupakan upaya menciptkan pembagian pendapatan yang lebih merata.

Menurutnya, pembangunan industri besar‐besaran dan saling berhubungan satu sama lain akan mengurangi biaya produksi dan menciptakan ekonomi ekstern, dimana ada tiga macam ekonomi ekstern yang diakibatkan oleh perluasan pasar yang dijelaskan oleh pandangan Nurkse.

Nurkse

Beliau berpendapat bahwa faktor terpenting yang menentukan luas pasar adalah tingkat produktifitas. Di negara yang sedang berkembang pasarnya sangat terbatas, maka tidak ada ransangan bagi pengusaha untuk menggunakan barang‐barang modal yang up to date, sehingga terbataslah kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang‐barang yang diperlukan pasar.

Menurut Nurkse, pasar dapat diperluas dengan melaksanakan program pembangunan yang seimbang, yaitu dalam waktu yang bersamaan dilaksanakan penanaman modal di berbagai industri yang memiliki keterkaitan, sehingga pasar dapat diperluas, karena kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat yang diperoleh dari berbagai industri akan menciptakan permintaan terhadap barang‐barang yang dihasilkan oleh berbagai industri yang dibangun.

Pembangunan industri menciptakan pasar bagi industri lain, makin banyak industri yang dibangun maka makin luas pasar sehingga memungkinkan untuk menggunakan modal yang lebih efisien dan intensif. Kedua pandangan ini sebagai pencipta teori pembangunan seimbang dengan penekanan pada kesimbangan aspek “penawaran”.

Baca Juga: Teori Pembangunan Tidak Seimbang

Teori Scitovsky dan Lewis

Ekonomi eksternal adalah perbaikan efisiensi yang terjadi pada suatu industri lain, yang disebut sebagai ekonomi ekstern teknologis. Disamping itu hubungan interpedensi diantara berbagai industri dapat pula menciptakan ekonomi ekstern keuangan yaitu kenaikan keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan yang bersumber dari tindakan‐tindakan perusahaan lain, sehingga keuntungan bukan hanya tergantung pada efisiensi penggunaan faktor‐faktor produksi dan tingkat produksi, namun juga akibat berkembangnya perusahaan-perusahaan lain.

Lewis menekankan pembangunan yang seimbang diperoleh dari terciptanya interdependensi yang efisien antar berbagai sektor seperti pertanian dan industri, sektor dalam negeri dan luar negeri. Apabila sektor industri mengalami perkembangan yang cukup pesat, sektor industri akan banyak menyerap kelebihan produksi bahan makanan dan tenaga kerja dari sektor pertanian.

Namun pembangunan ekonomi yang hanya dipusatkan pada sektor industri kemudian mengabaikan sektor pertanian, akan menghambat proses pembangunan karena akan timbul inflasi akibat kekurangan barang‐barang pertanian dan kesulitan memasarkan hasil‐hasil industri karena daya beli masyarakat yang rendah.

Baca Juga: Teori Tahapan Perkembangan Ekonomi, Teori Multiplier dan Teori Lokasi

Lewis menyimpulkan agar pembangunan ekonomi dapat berjalan lancar, maka pembangunan sektor pertanian dan industri harus dijalankan secara seimbang, sebab jika sektor pertanian tidak berkembang maka sektor industri juga tidak akan berkembang dan sektor industri hanya bagian kecil saja dari pendapatan nasional.

Disamping itu menurut Lewis, juga penting melakukan pembangunan yang seimbang di sektor produksi yang menghasilkan barang‐barang kebutuhan dalam negeri dengan barang-barang untuk diekspor.

Fungsi ekspor adalah untuk menjamin kelangsungan pembangunan sektor‐sektor di dalam negeri, untuk mengatasi masalah keterbatasan pasar di dalam negeri, dan sektor ekspor akan mendorong sektor sektor di dalam negeri untuk melakukan temuan‐temuan baru dan meningkatkan produktifitas.

Namun, pembangunan jangan terlalu dipusatkan pada sektor ekspor, karena tanpa perbaikan produktifitas di sektor pertanian tradisional (pertanian), sektor ekspor dapat saja membayar masyarakat dengan tingkat upah yang rendah sehingga keuntungan perkembangan ekspor yang pesat tidak dinikmati oleh masyarakat di dalam negeri, namun lebih dinikmati oleh konsumen luar negeri.

Dengan demikian teori pertumbuhan wilayah Neo‐klasik dari W. A. Lewis memperkenalkan sebuah teori tentang pembangunan ekonomi pada konteks jumlah labour yang tidak terbatas. Lewis beragumentasi bahwa baik teori Keynes ataupun teori Neo‐klasik tentang pertumbuhan ekonomi yang ada pada saat itu tidak dapat diterapkan pada Negara‐negara dengan surplus buruh yang tidak terbatas. Basis model Lewis adalah bahwa ekonomi nasional Negara‐negara yang terbelakang dapat dibagi menjadi dua sektor, yaitu tradisional (agriculture) dan modern (industrial) sektor.

Baca Juga: Teori Tempat Pemusatan, Teori Jalur Sepusat, Teori Sector, Teori Pusat Lipat Ganda, Teori Resource Endowment dan Teori Export Base

Teori Leibenstein

Faktor‐faktor yang menghambat pembangunan ekonomi yang yang menyebabkan suatu negara tetap berada pada tingkat pembangunan dan tingkat pendapatan per kapita yang rendah adalah sangat kompleks. Faktor‐faktor yang mempengaruhi lajunya pembangunan ekonomi menjadi dua golongan: kekuatan‐kekuatan yang menurunkan dan yang meningkatkan pendapatan per kapita.

Usaha minimum kritis adalah suatu usaha yang menjamin agar kekuatan‐kekuatan yang akan menaikkan pendapatan per kapita mempunyai kemampuan untuk mengatasi kekuatan‐kekuatan yang menurunkan pendapatan per kapita. Empat faktor penentu yang menjadi penentu besarnya usaha minimun kritis adalah:

  1. usaha tersebut harus dapat menghindarkan berlakunya disekonomi intern sebagai akibat dari skala kegiatan perusahaan yang terbatas, dalam hal ini penanaman modal harus mencapai suatu tingkat tertentu untuk menjamin tercapainya efisiensi yang tinggi dalam berbagai kegiatan ekonomi,
  2. usaha tersebut harus menjamin agar di antara berbagai industri yang dikembangkan tercipta  ekonomi ekstern yang cukup besar sehingga memungkinkan berbagai industri memperoleh keuntungan yang cukup untuk mendorong perkembangan kegiatan mereka, dengan kata lain harus ada upaya untuk merangsang industri‐industri untuk menanamkan modal yang diperlukan,
  3. besarnya faktor yang menghalangi perkembangan ekonomi, yang bersifat timbul dengan sendirinya (perkembangan jumlah penduduk) dan sebagai akibat dari pembangunan,
  4. tergantung pada faktor non ekonomi seperti sikap masyarakat, jumlah dan kualitas pengusaha yang inovatif, kondisi berbagai intitusi sosial. Jika berbagai faktor ini berpengaruh besar dalam menghambat pembangunan, makin besar perombakan sosial yang harus dilakukan, dan makin tinggi pula tingkat usaha minimum kritis yang diperlukan untuk menjamin terciptanya pembangunan yang diharapkan.

Teori RannisFei

Usaha minimum kritis baru akan tercapai apabila usaha pembangunan menjamin berlakunya beberapa hal yakni kemajuan teknologi yang cukup besar, tingkat pertambahan modal yang cukup tinggi, terciptanya inovasi yang bersifat sangat menguntungkan dengan penggunaan lebih banyak tenaga kerja, pengaruh hukum hasil lebih yang makin berkurang terhadap kegiatan tenaga kerja tidak begitu kuat. Keempat faktor tersebut secara bersama akan menjamin tercapainya tingkat pertambahan kesempatan kerja yang lebih besar di sektor industri dari keseluruhan tingkat pertambahan tenaga kerja (Sukirno S, 2007).

Munculnya teori pembangunan seimbang menimbulkan pertentangan pendapat mengenai kebijakan penanaman modal yang sebaiknya dilaksanakan di negara‐negara berkembang. Kritik terhadap teori pembangunan seimbang oleh Hirschman dan Streeten bahwa program pembangunan tidak seimbang adalah program pembangunan yang lebih sesuai untuk mempercepat proses pembangunan di negara berkembang.

Alasannya, berbagai aspek kegiatan ekonomi berkembang dalam laju yang berbeda yang berarti bahwa pembangunan berjalan secara tidak seimbang, kondisi negara‐negara berkembang menghadapi masalah kekurangan sumberdaya. Dengan melaksanakan program pembangunan tidak seimbang, maka usaha pembangunan pada suatu waktu tertentu dapat dipusatkan kepada beberapa kegiatan yang akan mendorong penanaman modal di berbagai kegiatan lain pada masa berikutnya.

Baca Juga: Teori Kutub Pertumbuhan  

Menurut Hirschman untuk menciptakan keadaan perekonomian yang maju terus‐menerus, maka pembangunan harus selalu menghadapi goncangan‐goncangan, disproporsisi dan berbagai ketidakseimbangan karena inilah proses pembangunan yang paling ideal, sebab gangguan dan ketidakseimbangan akan menggalakkan penanaman modal pada masa berikutnya.

Ada dua hal pembangunan tidak seimbang menurut Hisrchman yaitu pembangunan antar sektor prasarana dan pembangunan sektor produktif. Pembangunan yang tidak seimbang ini ditunjukkan oleh apabila proyek‐proyek yang dilaksanakan memerlukan modal dan sumberdaya melebihi dari yang tersedia, sehingga bagaimana cara untuk menentukan proyek‐proyek yang harus didahulukan agar penggunaan sumberdaya yang tersedia mampu menciptakan tingkat perkembangan ekonomi yang maksimal.

Usaha untuk mengalokasikan sumberdaya yang tersedia dibedakan dalam dua cara yaitu dipilih secara bergantian (substitusi) apakah akan melakukan proyek A atau B, sedangkan yang kedua dilakukan dengan pengunduran A atau B.

Pemilihan proyek dapat ditentukan dengan menganalisis alokasi sumberdaya di antara sektor modal sosial (prasarana) dengan aktifitas produksi riil (sektor produktif).

Ada tiga cara pendekatan yang mungkin dilakukan yaitu : pembangunan tidak seimbang di antara kedua sektor tersebut, pembangunan tidak seimbang dimana pembangunan sektor prasarana lebih ditekankan, pembangunan tidak seimbang dimana sektor produkfif lebih ditekankan. Apabila prasarana lebih dahulu dikembangkan, sektor produktif dapat dikembangkan dengan biaya yang lebih rendah berarti langkah ini mendorong perkembangan sektor produktif. Sebaliknya kalau sektor produktif dikembangkan terlebih dahulu akan timbul masalah kekurangan prasarana, dan ketidakseimbangan ini akan menimbulkan dorongan untuk mengembangkan lebih banyak prasarana.

Menurut Hirschman, di dalam suatu negara yang motivasi masyarakatnya sangat terbatas, lebih baik melakukan pembangunan secara berkekurangan daripada berkelebihan kapasitas, artinya kondisi tersebut lebih tepat untuk mendahulukan perkembangan sektor produktif, karena cara pendekatan ini akan menghindari penghamburan penggunaan fasilitas prasarana.

Di dalam sektor produktif, mekanisme perangsang pembangunan yang tercipta sebagai akibat dari adanya hubungan diantara berbagai industri dalam menyediakan barang‐barang yang digunakan sebagai bahan baku untuk industri lainnya, dapat dibedakan dalam dua golongan yaitu:

  1. Pengaruh hubungan ke depan (forward linkage effects) tingkat ransangan yang diciptakan oleh pengembangan suatu industri terhadap perkembangan industri‐industri lain yang menggunakan produk industri yang pertama sebagai bahan baku, dan
  2. pengaruh hubungan ke belakang (backward linkage effects) tingkat ransangan yang diciptakan oleh pengembangan suatu industri terhadap perkembangan industri‐industri lain yang akan menyediakan bahan mentah kepada industri yang pertama.

Dan yang dimaksud dengan pengaruh hubungan ke depan adalah tingkat ransangan yang diciptakan oleh pengembangan suatu industri terhadap perkembangan industri‐industri lain yang menggunakan produk industri yang pertama sebagai bahan bakunya. (Sukirno S, 2007).

Tabel input output digunakan untuk mengukur sampai dimana perkembangan suatu industri dapat menciptakan dorongan bagi pengembangan industri lainnya.

Kritik Hirschman terhadap teori pembangunan seimbang adalah Hirschman meragukan kemampuan negara berkembang, namun teori ini malah membuat harapan‐harapan yang tidak realistis mengenai daya kreatif negara‐negara tersebut.

Menurutnya kelemahan teori pembangunan seimbang menganggap bahwa negara berkembang akan mampu menyediakan tenaga usahawan dan tenaga ahli yang cukup yang dalam waktu bersamaan sanggup mendirikan berbagai industri dan industr-industri tersebut memiliki pasar yang cukup luas untuk hasil produknya.

Hirschman tidak yakin kalau negara berkembang mampu melaksanakan hal itu tanpa ada bantuan dari luar karena pembangunan tersebut sangat memerlukan tenaga ahli yang cukup banyak, sedangkan kualitas tenaga kerja yang terbatas sangat terbatas. Menurutnya program pembangunan yang seimbang hanya dapat dilaksanakan sempurna oleh negara berkembang apabila tidak menghadapi masalah pasar yang terbatas, pengangguran sumberdaya terutama modal, kekurangan tenaga ahli dan usahawan.

Suatu negara berkembang mampu melaksanakan pembangunan ditentukan oleh kesanggupannya untuk melaksanakan pembentukan modal. Kesanggupan menanam modal suatu negara terletak pada seberapa besar sektor modern dalam perekonomian, dimana semakin besar sektor modern semakin besar pula kesanggupan menanam modal.

Faktor penghambat suatu negara berkembang dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya adalah masalah keterbatasan kesanggupan menanam modal yang menjadikannya tidak mampu melaksanakan pembangunan secara besar‐besaran di berbagai industri.

Kritik terhadap teori pembangunan seimbang yang lain adalah kemungkinan terjadinya disekonomi ekstern yaitu pembangunan yang menghancukan cara‐cara tradisional dalam kegiatan produksi yang kurangmenguntungkan masyarakat sehingga terjadi menimbulkan pengangguran atau pengorbanan sosial.

Selain Hirschman, menurut Fleming apabila faktor‐faktor produksi jumlahnya terbatas maka pengembangan industri besar‐besaran dan secara serentak akan menurunkan efisiensi dan tingkat keuntungan bagi industri. Pembangunan seimbang hanya akan terjadi apabila tambahan modal yang diperlukan mudah diperoleh, upah rendah, tenaga kerja sektor pertanian dapat ditarik ke sektor perindustrian (Sukirno S, 2007).

Singer juga melakukan kritik terhadap teori pembangunan seimbang dimana menurutnya teori pembangunan seimbang tidak memperhatikan negara yang sedang berkembang mengalami kekurangan sumberdaya, sehingga negara berkembang tidak mungkin dapat melaksanakan pembangunan seimbang tersebut secara serempak di berbagai sektor industri dan sektor lainnya.

Recommended For You

About the Author: Aksi ini