Teori Tempat Pemusatan
Teori tempat pemusatan merupakan pusat pelayanan yang Menurut Christaller, pusat‐pusat pelayanan cenderung tersebar di dalam wilayah dengan pola berbentuk heksagon (segi enam). Keadaan seperti itu akan terlihat dengan jelas di wilayah yang mempunyai dua syarat:
- topografi yang seragam sehingga tidak ada bagian wilayah yang mendapat pengaruh dari lereng dan pengaruh alam lain dalam hubungan dengan jalur pengangkutan,
- kehidupan ekonomi yang homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi primer, yang menghasilkan padi‐padian, kayu atau batu bara.
Baca Juga: Teori Pembangunan Tidak Seimbang
Dalam keadaan yang mempunyai kedua syarat seperti di atas itu akan berkembang tiga hal (Jayadinata, 1999):
- tempat jasa niaga akan berkembang secara wajar di seluruh wilayah dengan jarak dua jam berjalan kaki atau 2 x 3,5 = 7 km. Secara teori tiap pusat pelayanan melayani kawasan yang berbentuk lingkaran dengan radius 3,5 km (satu jam berjalan kaki), jadi pusat wilayah layanan akan terletak di pusat kawasan tersebut, teori ini disebut teori tempat pemusatan (central place theory),
- kawasan‐kawasan berbentuk lingkaran yang saling berbatasan, walaupun bentuk lingkaran adalah paling efisien, akan mempunyai bagian‐bagian yang bertumpang tindih atau bagianbagian yang senjang (kosong), sehingga bentuk lingkaran itu tidak biasa digunakan untuk kawasan atau wilayahnya. Christaller mengemukakan bahwa pusat pelayanan akan berlokasi menurut pola heksagon, sehingga wilayah akan saling berbatasan tanpa bertumpang tindih, dan dalam wilayah akan berkembang lokasi niaga dalam pola heksagon.
Dalam asumsi yang sama dengan Christaller, Lloyd melihat bahwa jangkauan/luas pelayanan dari setiap komoditas itu ada batasnya yang dinamakan range dan ada batas minimal dari luas pelayanannya dinamakan threshold. (Tarigan, 2006:79). Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dijelaskan model Christaller tentang terjadinya model area pelayanan heksagonal sebagai berikut:
Baca Juga: Teori Pembangunan Seimbang
1.Mula‐mula terbentuk area pelayanan berupa lingkaran‐lingkaran. Setiap lingkaran memilik pusat dan menggambarkan threshold. Lingkaran‐lingkaran ini tidak tumpang tindih seperti pada bagian A dari Gambar 2.2
2.Kemudian digambarkan lingkaran‐lingkaran berupa range dari pelayanan tersebut yang lingkarannya boleh tumpang tindih seperti terlihat pada bagian B.
3.Range yang tumpang tindih dibagi antara kedua pusat yang berdekatan sehingga terbentuk areal yang heksagonal yang menutupi seluruh dataran yang tidak lagi tumpang tindih, seperti terlihat pada bagian C.
4.Tiap pelayanan berdasarkan tingkat ordenya memilik heksagonal sendiri‐sendiri. Dengan menggunakan k=3, pelayanan orde I lebar heksagonalnya adalah 3 kali heksagonal pelayanan orde II. Pelayanan orde II lebar heksagonalnya adalah 3 kali heksagonal pelayanan orde III, dan seterusnya. Tiap heksagonal memiliki pusat yang besar kecilnya sesuai dengan besarnya heksagonal tersebut. Heksagona yang sama besarnya tidak saling tumpang tindih, tetapi antara heksagonal yang tidak sama besarnya akan terjadi tumpang tindih, seperti terlihat pada bagian D di atas.
Teori Jalur Sepusat
Untuk penggunaan lahan, dalam pola tata guna tanah perkotaan yang berhubungan dengan nilai ekonomi, terdapat Teori Jalur Sepusat atau Teori Konsentrik (Consentric Zone Theory) E.W. Burgess, yang mengemukakan bahwa kota terbagi sebagai berikut:
1.Pada lingkaran dalam terletak pusat kota (central business district atau CBD) yang terdiri atas: bangunan‐bangunan kantor, hotel, bank, bioskop, pasar, dan toko pusat perbelanjaan;
2.Pada lingkaran tengah pertama terdapat jalur alih: rumah‐rumah sewaan, kawasan industri, perumahan buruh;
3.Pada lingkaran tengah kedua terletak jalur wisma buruh, yakni kawasan perumahaan untuk tenaga kerja pabrik;
4.Pada lingkaran luar terdapat jalur madyawisma, yakni kawasan perumahan yang luas untuk tenaga kerja halus dan kaum madya (middle class);
5.Di luar lingkaran terdapat jalur ulang‐alik;
6.Sepanjang jalan besar terdapat perumahan masyarakat golongan madya dan golongan atas atau masyarakat perkotaan. (Jayadinata, 1999).
Teori Sector
Selain itu dikenal juga teori sektor (Sector Theory) menurut Humer Hoyt yang mengatakan bahwa kota tersusun sebagai berikut:
- Pada lingkaran pusat terdapat pusat kota;
- Pada sektor tertentu terdapat kawasan industri ringan dan kawasan perdagangan;
- Dekat pusat kota dan dekat sektor tersebut di atas, pada bagian sebelah menyebelahnya, terdapat sektor murbawisma, yaitu kawasan tempat tinggal kaum murba atau kaum buruh;
- Agak jauh dari pusat kota dan sektor industri serta perdagangan, terletak sektor madyawisma;
- Lebih jauh lagi terdapat sektor adiwisma, kawasan tempat tinggal golongan atas. (Jayadinata, 1999:130)
Teori Pusat Lipat Ganda
Teori pusat lipatganda (Multiple Nuclei Concept) menurut R. D. Mc Kenie menerangkan bahwa kota meliputi: pusat kota, kawasan kegiatan ekonomi, kawasan hunian, dan pusat lainnya. Teori ini umumnya berlaku untuk kota‐kota yang agak besar.
Menurut teori ini kota terdiri atas:
- Pusat kota;
- Kawasan niaga dan industri;
- Kawasan murbawisma atau tempat tinggal berkualitas rendah;
- Kawasan madyawisma atau tempat tinggal berkualitas menengah;
- Kawasan adiwisma atau tempat tinggal berkualitas tinggi;
- Pusat industri berat;
- Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran;
- Upakota, untuk kawasan madyawisma dan adiwisma;
- Upakota (suburb) untuk kawasan industri.
Teori Resource Endowment
Dalam pengembangan ekonomi wilayah, terdapat beberapa teori yang terkait dengan sumberdaya dan ekspor, seperti Teori Resource Endowment dari suatu wilayah menyatakan bahwa perkembangan ekonomi wilayah dalam pembangunan bergantung pada sumber daya alam yang di miliki dan permintaan terhadap komoditas yang dihasilkan dari sumber daya itu. Dalam jangka pendek sumber daya yang dimiliki suatu wilayah merupakan suatu aset untuk memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan. Nilai dari suatu sumber daya merupakan nilai dan permintaan terhadapnya merupakan permintaan turunan. Suatu sumber daya menjadi berharga jika dapat dimanfaatkan dalam bentuk‐bentuk produksi.
Pertumbuhan wilayah jangka panjang bergantung pada kegiatan industri ekspornya. Kekuatan utama dalam pertumbuhan wilayah adalah pemintaan ekternal akan barang dan jasa yang dihasilkan dan dieksport oleh wilayah itu. Permintaan eksternal ini mempengaruhi penggunaan modal tenaga kerja, dan teknologi untuk menghasilkan komoditi ekspor. Suatu wilayah memiliki sektor ekspor karena sektor itu menghasilkan keuntungan dalam memproduksi barang dan jasa, mempunyai sumber daya yang unik, dan mempunyai beberapa tipe keuntungan tranportasi. Dalam perkembangannya perekonomian wilayah cenderung membentuk kegiatan pendukung yang dapat menguatkan posisi yang menguntungkan dalam sektor ekspor di wilayah itu. Penekanan teori ini ialah pentingnya keterbukaan wilayah yang dapat meningkatkan aliran modal dan teknologi yang dibutuhkan untuk pembangunan wilayah. Tokoh‐tokoh dari teori Resource Endowment diantaranya: Etzioni, Esman, dan Uphoff.
Teori Export Base
Teori ini menjelaskan bahwa pertumbuhan jangka panjang wilayah bergantung pada kegiatan industri ekspornya. Kekuatan utama dalam pertumbuhan wilayah adalah adalah permintaan eksternal akan barang dan jasa, yang dihasilkan dan di eksport oleh wilayah itu. Permintaan eksternal ini mempengaruhi penggunaan modal, tenaga kerja, dan teknologi untuk menghasilkan komoditas ekspor. Dengan kata lain, permintaan komoditas ekspor akan membentuk keterkaitan ekonomi, baik kebelakang (sektor produksi) maupun kedepan (sektor pelayanan). Dalam perkembangannya, perekonomian wilayah cenderung membentuk kegiatan penduduk yang dapat menguatkan posisi yang menguntungkan dalam sector ekspor di wilayah tersebut. Penekanan teori ini adalah pentingnya keterbukaan wilayah yang dapat meningkatkan aliran modal dan teknologi yang dibutuhkan untuk kelanjutan pembangunan wilayah. Teori export‐base yang dicetuskan oleh Douglas C. North, mengandung daya tarik intuitif dan kesederhanaan, seperti halnya dianggap sebagai dasar teori, berdasarkan konsep beberapa sektor ekonomi lokal mengantarkan kekuatan ekonomi eksternal ke dalam wilayah untuk menstimulasikan perubahan secara tepat perubahan pendapatan wilayah bergantung pada perubahan permintaan eksport. Ekspor meningkat jika permintaan meningkat atau terjadi peningkatan posisi menguntungkan dalam wilayah, sedangkan ekspor menurun pada saat permintaan menurun atau kehilangan posisi menguntungkan. Sektor ekspor baru dalam suatu wilayah akan muncul jika terjadi perubahan selera, kesenangan, dan teknologi. Dengan demikian, sasaran teori export base sebagai teori umum pembangunan wilayah:
- diperuntukkan bagi wilayah‐wilayah yang kecil dengan ekonomi sederhana dan untuk penelitian jangka pendek tentang pengembangan ekonomi wilayah,
- teori ini gagal menjelaskan bagaimana pengembangan wilayah dapat terjadi walaupun terjadi penurunan ekspor, sedangkan di lain pihak sektor non‐ekspor lainnya dapat tumbuh mengimbangi penurunan itu.
Untuk pengembangan industri, Chenery melihat ada tiga faktor yang mendorong terjadinya proses industri yang menimbulkan perkembangan industrialisasi : (1) adanya substitusi impor, (2) adanya perkembangan permintaan untuk barang‐barang jadi (final goods), sebagai akibat dari peningkatan pendapatan, (3) adanya kenaikan dalam permintaan barang‐barang setengah jadi (intermediate goods). Substitusi impor tersebut merupakan faktor terpenting yang berpengaruh pada peningkatan pendapatan. Pengaruh perkembangan tingkat pendapatan menyebabkan perkembangan permintaan terhadap barang‐barang setangah jadi, yang dipengaruhi oleh perubahan harga, substitusi diantara tenaga kerja dengan hasil industrinya. Chenery berpendapat yang menyebabkan adanya perbedaan peranan sektor industri di berbagai negara adalah:
1. luasnya pasar, dimana di negara‐negara yang tingkat pendapatan per kapitanya sama, peranan berbagai industri dalam perekonomian akan berbeda karena makin besar jumlah penduduk, maka makin besar peranan berbagai industri dalam perekonomian,
2. bentuk distribusi pendapatan, perbedaan dalam distribusi pendapatan ini merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan terjadinya deviasi dalam peranan sektor industri dari peranan normal,
3. kekayaan alam, negara yang miskin sumberdaya alam peranan industri menjadi sangat penting jika dibandingkan dengan negara yang punya kekayaan sumberdaya alam yang lebih banyak,
4. perbedaan keadaan di berbagai negara, adanya perbedaan iklim, perbedaan kebijakan pemerintah dan faktor‐faktor sosial budaya merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat produksi dan peranan sektor industri kepada produk nasional.