Indonesia menjadi salah satu negara yang harus memenuhi komitmen melaksanakan pertukaran informasi keuangan secara otomatis untuk kepentingan perpajakan atau Automatic Exchange of Information(AEoI). Berdasarkan hasil kesepakatan multilateral yang bernama Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes, terdapat 100 negara atau yurisdiksi yang akan melaksanakan kebijakan AEoI pada tahun ini dan 2018. Sebanyak 50 negara atau yurisdiksi akan melakukan AEoI pertama kali pada September 2017, sedangkan 50 negara atau yuridiksi lainnya akan menerapkan pertama kali pada September 2018.
Beberapa negara yang terikat dalam perjanjian AEoI sering dianggap sebagai tax haven, seperti Hongkong, Singapura, Swiss, dan Australia. Keterlibatan negara-negara tersebut menunjukkan bahwa era keterbukaan informasi keuangan sudah di depan mata. Setiap nasabah bank dan lembaga nonbank di ratusan negara yang menjadi bagian dari perjanjian mesti memahami bahwa data-data keuangan akan dapat diakses dan dipertukarkan oleh otoritas pajak masing-masing negara.
Sejumlah negara yang akan menjalankan kebijakan AEoI di tahun ini di antaranya India, Inggris, British Virgin Islands, dan Cayman Islands. Selain Indonesia, beberapa negara yang akan menjalankannya pada 2018 adalah Hongkong, Jepang, Australia, Panama, dan Israel. Lembaga Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mensyaratkan negara-negara yang terlibat dalam komitmen AeoI menyiapkan perangkat regulasi yang menunjang implementasi pertukaran informasi di negaranya masing-masing. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan pada 8 Mei 2017.
Kehadiran Perppu sesuai dengan semangat internasional, yaitu di mana masing-masing negara atau yurisdiksi bersepakat untuk menutup ruang-ruang penghindaran pajak termasuk tempat atau yurisdiksi yang memberikan privilege bagi penghindaran pajak. Negara dan yuridiksi yang terlibat akan diminta untuk mematuhi kesepakatan internasional tersebut. Dalam konferensi pers yang digelar di Aula Djuanda Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat pada Kamis (18/05), Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan pemerintah ingin menjamin keseluruhan tata kelola dari seluruh perpajakan di Indonesia bisa sama dengan otoritas pajak di negara lain.
Penerbitan Perppu diperlukan sebelum Indonesia mengimplementasikan AeoI pada 2018. “Kalau ikut di dalam implementasi 2017, maka seluruh peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan AEoI harus sudah selesai pada 2016. Sedangkan kalau ikut di 2018, seluruh peraturan perundang-undangan untuk bisa melaksanakan AEoI harus sudah bisa selesai sebelum Juni 2017,” kata Menkeu.
Jika pemerintah tidak mengeluarkan regulasi sesuai yang dipersyaratkan, dampaknya Indonesia bisa mendapatkan predikat non-cooperative jurisdiction. “Artinya kalau tidak ikut, maka Indonesia dalam posisi yang dirugikan karena tidak bisa mendapatkan akses informasi keuangan dari wajib pajak (WP) Indonesia, yang memiliki dana maupun aset di luar negeri dan jurisdiction jurisdiction lain,” ujar Menkeu menambahkan.
Negara atau yurisdiksi yang telah melaksanakan komitmen AEoI dianggap telah memiliki aturan perundang-undangan tentang akses otoritas perpajakan terhadap informasi keuangan dan standar pelaporan serta sistem transmisi pertukaran informasi. Bagi negara yang tidak mengikuti komitmen ini, maka negara tersebut tidak akan menerima informasi dari negara atau yurisdiksi lain, tetapi hanya memberi.
Sumber: Media Keuangan Juni 2017
Baca Juga:
Baca Juga: