Pengukuran Kinerja Keuangan Asuransi

Pengukuran Kinerja Keuangan Asuransi

Pengukuran Kinerja Keuangan Asuransi. Mengukur kinerja keuangan pada sebuah perusahaan asuransi sedikit berbeda dengan mengukur kinerja keuangan pada perusahaan umumnya. Secara khusus, untuk mengukur kinerja keuangan asuransi umumnya digunakan Early Warning System.

Early Warning System (EWS) digunakan untuk menganalisis perusahaan asuransi kerugian namun pada umumnya dapat digunakan pula pada perusahaan asuransi lainnya. Terdapat perbedaan antara laporan keuangan perusahaan asuransi kerugian dengan laporan keuangan perusahaan umum lainnya. Perbedaan pertama adalah pada bentuk, isi dan susunan laporan keuangan. Perbedaan kedua adalah pada system pengakuan pendapatan dan biaya.

Bentuk, isi dan susunan laporan keuangan perusahaan asuransi kerugian Memiliki penyesuaian dengan sifat serta karakteristik asuransi. Pada bagian berikut ini akan disajikan contoh bentuk dan isi dari neraca, ikhtisar perhitungan rugi laba dan rincian surplus underwriting perusahaan asuransi kerugian.

Baca Juga:

1. Pengertian Asuransi Serta Manfaatnya Bagi Masyarakat dan Dunia Usaha

2. Jenis-jenis Perusahaan Asuransi

3. Karakteristik Perusahaan Asuransi

EWS menggunakan satu seri rasio penguji (test ratio) yang diterapkan pada laporan keuangan perusahaan asuransi kerugian untuk mengukur kemampuan dan kinerja keuangan perusahaan. Seri itu mempunyai 14 rasio yang diklasifikasikan kedalam rasio-rasio yang dijelaskan dan diinterpretasikan sebagai berikut:

1.   Solvency Margin Ratio

Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan keuangan perusahaan dalam mendukung kewajiban perusahaan asuransi kerugian yang kemungkinan timbul dari penutupan resiko yang dilakukan. Rendahnya solvency margin mencerminkan adanya resiko yang tinggi sebagai akibat terlalu tingginya penerimaan premi (penerimaan resiko). Untuk ini diperlukan analisis yang lebih mendalam dalam menentukan penyebab dari kelebihan premi yang tidak sebanding dengan kemampuan keuangan perusahaan.

2.   Tingkat Kecukupan Dana

Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat kecukupan sumber dana perusahaan yang kaitannya dengan total operasi dimiliki perusahaan. Nilai yang rendah dari rasio ini mencerminkan keadaan perusahaan yang miskin komitmen dari pemiliknya dalam menjalankan usaha.

1.  Rasio Perubahan Surplus

Rasio perubahan surplus ini memberikan indikasi atas perkembangan atau penurunan kondisi keuangan perusahaan dalam tahun berjalan.                                   

Bila terjadi penurunan yang tajam dalam surplus (modal sendiri), maka diperlukan analisis lebih jauh terhadap komponen surplus, yaitu modal disetor, cadangan khusus dan laba ditahan. Apabila penyebabnya adalah laba, maka harus dilakukan analisis yang lebih mendalam terhadap komponen laba tersebut, yang dapat dilakukan melalui rasio keuntungan (profitability ratio) yang lain. Dilain pihak, kenaikan yang drastis pada surplus dapat berarti adanya ketidak stabilan dan kemungkinan perubahan dalam komposisi pemegang saham.

2.   Underwriting Ratio

Rasio ini menunjukkan tingkat hasil underwriting yang dapat diperoleh perusahaan dan mengukur tingkat keuntungan usaha murni asuransi. Hasil underwriting merupakan selisih antara pendapatan premi dengan beban klaim, biaya komisi, dan biaya adjuster. Analisis terhadap rasio-rasio keuntungan yang lain dapat menjelaskan penyebab dari hasil underwriting yang positif atau negative. Rasio yang negatif memberikan indikasi adanya kemungkinan penetapan tarif premi yang lebih rendah dari semestinya.

3.   Rasio Beban Klaim

Rasio ini mencerminkan pengalaman klaim yang terjadi serta kualitas usaha penutupannya. Tingginya rasio ini memberikan informasi tentang buruknya proses underwriting dan penerimaan penutupan risiko.

4.   Rasio Komisi

Rasio ini mengukur biaya perolehan atas bisnis yang didapat. Disamping itu rasio dapat juga digunakan untuk melakukan perbandingan besarnya tariff komisi keperentaraan antara perusahaan lain dan dengan rata-rata tariff dalam industri.Tingginya rasio mencerminkan tingginya biaya perolehan, atau kemungkinan lain, premi yang dibebankan/ditetapkan tidak mencukupi atau dibawah harga yang semestinya.

5.   Pengembalian Investasi

Rasio pengembalian investasi ini memberikan indikasi secara umum mengenai kualitas setiap jenis investasi serta mengukur hasil (return) dari investasi. Rendahnya rasio dapat menunjukkan bahwa investasi yang dilakukan kurang tapat, yang dapat di sebabkan oleh penempatan investasi yang salah dalam harta tetap, investasi spekluatif atau alasan lain seperti metode penilaian aktiva, stabilitas dan likuiditas investasi.

1.   Rasio Likuiditas

Rasio ini untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya dan menggambarkan kondisi keuangan perusahaan apakah dalam kondisi solven atau tidak.  Rasio yang tinggi menunjukkan adanya masalah likuiditas dan perusahaan kemungkinan besar berada dalam kondisi tidak solven, sehingga perlu dilakukan analisis terhadap tingkat kecukupan cadangan, serta kestabilan dan likuiditas kekayaan yang diperkenankan.

2.   Agents balance to surplus

Rasio ini mengukur tingkat solvabilitas perusahaan berdasarkan aset yang seringkali tidak bisa diwujudkan pada saat likuidasi, yang tagihan premi langsung. Jika angka rasio ini terlalu tinggi, perlu diselediki umur dari tagihan dan dianalisis penyebab dari belum tertagihnya premi langsung tersebut. Dalam perhitungan kekayaan yang diperkenankan, tagihan premi langsung yang berumur diatas 90 hari dikeluarkan dalam perhitungan. Oleh karena itu, disamping menganalisis rasio ini perlu diperhatikan pula perhitungan rasio Piutang Premi tehadap surplus.

3.   Rasio Piutang Premi Terhadap Surplus

Rasio ini menggambarkan pengaruh solven atau tidaknya pada perusahaan asuransi kerugian. Apabila hasil rasio tinggi, maka analisis terhadap umur piutang lebih dilakukan untuk menentukan apakah jumlah piutang premi lebih dari 90 hari terlalu tinggi sehingga berpengaruh terhadap kondisi keuangan perusahaan.

1.   Pertumbuhan premi

Kenaikan atau penurunan tajam volume premi netto menggambarkan tingkat kestabilan kegiatan operasi perusahaan yang kurang.            

2.   Rasio retensi sendiri

Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat retensi perusahaan atau mengukur berapa besar premi yang ditahan sendiri sebanding premi yang diterima secara langsung. Lebih lanjut, premi yang ditahan sendiri tersebut dijadikan dasar dalam mengukur ability perusahaan untuk menahan premi dibanding dengan dana/modal yang tersedia. Rasio ini sebaiknya digunakan secara bersamaan dengan solvency Margin Ratio sehingga analisisnya akan menggambarkan keadaan yang lebih akurat. Apabila retensi sendiri rendah, sedangkan solvency margin tinggi, maka berarti perusahaan beroperasi seperti layaknya pialang yang mendasarkan pendapatnya pada komisi reasuransi.

1.   Rasio Cadangan Teknis

Cadangan teknis terdiri dari dua yakni cadangan premi dan cadangan klaim. Rasio ini mengukur secara kasar tingkat kecukupan cadangan yang diperlukan untuk menghadapi kewajiban-kewajiban yang timbul dari penutupan resiko. Rasio ini dipengaruhi oleh metode yang digunakan dalam penghitungan cadangan premi dan cadangan klaim. Jadi, dalam menganalisis rasio ini, faktor tersebut harus selalu diperhatikan.

Catatan: Tulisan Pengukuran Kinerja Keuangan Asuransi ini disarikan dari berbagai sumber

ARTIKEL LAINNYA : 
1. PERUSAHAAN ASURANSI BERDASARKAN TINJAUAN PUSTAKA
2. Perkembangan Industri Asuransi Di Indonesia

Recommended For You

About the Author: Guntur Subing

Memiliki hobi tulis menulis dan mengelola blog. Moto; "Bersemangat dalam Pengembangan Diri dan Terus Belajar Sampai Akhir Hayat"