RAJOTUHO.COM – Pro kontra seputar utang Negara sering terjadi karena dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Ketika seorang anak tenggelam di laut, ibunya berkata “Laut ini pembunuh.” Ketika seorang pemuda naik perahu dan dihantam badai, dia lalu berkata “Laut penuh marabahaya.” Tak lama datanglah seorang nelayan yang menemukan sebongkah mutiara, dia kemudian berucap “Laut ini penuh berkah.”
Cara Memandang Utang
Begitu pula dengan cara pandang kita terhadap utang negara. Utang bisa dilihat dari kacamata politis, kacamata pengelola uang negara, atau dalam kacamata ekonomi dan bisnis sederhana.
Baca Juga: Pentingnya Governance dalam Stabilitas Sistem Keuangan
Kita maklum, banyak pebisnis yang memiliki sejumlah aset. Ada tanah luas, gedung besar, dan karyawan hingga ribuan orang. Seringkali, sebagian besar asetnya tersebut diperoleh dari utang. Tanpa berutang, mungkin dia tidak akan bisa memiliki aset begitu banyak. Satu hal yang perlu kita apresiasi, ribuan lapangan kerja yang tersedia menjadi berkah tersendiri bagi kita semua.
Utang negara kita boleh jadi naik cukup tinggi. Namun, perlu diingat bahwa pertumbuhan, terutama infrastruktur, berkembang secara merata di seluruh tanah air. Artinya, seluruh anak bangsa bisa ikut menikmati.
Baca Juga: Menyoal Perppu No. 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan
Tentu kita ingat suasana mudik tahun 2018 lalu. Tidak terjadi terlalu banyak kemacetan dibanding beberapa tahun sebelumnya yang bahkan sempat menelan korban jiwa. Kala itu, pembangunan infrastruktur belum bisa mengimbangi pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk, dan jumlah kendaraan.
Pembangunan Infrastruktur dan Mental
Infrastruktur yang semakin baik akan mempermudah dan mempercepat perputaran ekonomi dan bisnis. Contohnya, ada seorang distributor yang harus mengirimkan barang dari Bekasi ke Jakarta setiap hari. Biasanya, dia hanya hanya mampu mengirim satu kali sehari. Namun, dengan pertambahan atau perbaikan jalan, dia dapat mengirim barang dua hingga tiga kali sehari.
Bertambahnya kenaikan transaksi dengan sendirinya menambah pendapatan. Naiknya pendapatan para pengusaha tentu dibarengi dengan naiknya produksi nasional. Pada akhirnya, pendapatan negara baik melalui PPh maupun PPN akan meningkat.
Baca Juga: Menyambut Era Keterbukaan Informasi Keuangan
Bukan hanya itu, harapan kita infrastruktur akan membuka lapangan kerja baru, seiring meningkatnya produktivitas perusahaan. Konsumsi penduduk juga bisa meningkat pesat karena pendapatan mereka juga naik.
Sebagai contoh, data BPS menunjukkan jumlah perusahaan konstruksi naik dari 129 ribu pada tahun 2015 menjadi 142 ribu pada tahun 2016.
Jumlah pekerja tetapnya bertambah dari 975 ribu di tahun 2015 menjadi 999 ribu pekerja di tahun 2016. Jumlah pekerja harian lepas juga naik secara signifikan. Dari 1.5 juta orang per hari di tahun 2015 menjadi 1.6 juta orang di tahun 2016. Secara otomatis, jumlah balas jasa pekerja tersebut juga naik dari sebesar Rp129,6 triliun pada 2015 menjadi sebesar Rp140,6 triliun pada 2016. Dari data-data tersebut, sudah dapat dipastikan ekonomi kita masih akan tumbuh. Apalagi data ini baru diambil dari bidang konstruksi saja.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan, pengelolaan utang harus dilakukan secara hati-hati untuk mendukung kesinambungan fiskal. Semua alokasi utang negara juga difokuskan untuk pembangunan. Utang pemerintah hanya akan digunakan untuk membiayai kegiatan yang produktif dan bermanfaat jangka panjang. Misalnya, pembiayaan infrastruktur dan pembangunan manusia.
Lantas bagaimana dengan bunga dan pokok cicilan utang yang semakin besar setiap tahunnya? Sekali lagi tentu hal itu tidak perlu dikhawatirkan. Ketika pembangunan infrastruktur didukung oleh kualitas manusia yang baik, maka produksi nasional akan meningkat, pendapatan perusahaan dan rakyat akan meningkat, dan kemampuan negara untuk membayar cicilan juga akan meningkat.
Agar konsep ini berjalan dengan baik, kita semua wajib mengawal pembangunan, terutama terkait integritas para pengelola utang, pengelola infrastruktur, aparat penegak hukum, hingga para pemungut pajak. Semua elemen pemerintahan dan dunia bisnis yang kegiatannya dibiayai dari APBN harus bersih dari korupsi dan gratifikasi. Dengan begitu, pengelolaan utang dapat dilakukan secara tepat.
Sebagai contoh, banyak diantara kita yang membangun rumah kontrakan sederhana yang sebagian modalnya berasal dari pinjaman. Aset kita akan bertambah. Saat pinjaman tersebut sudah lunas, kita tinggal menikmati hasilnya saja.
Tentu dalam proses pembangunannya ada potensi korupsi dari karyawan yang bekerja. Bisa jadi semennya atau besinya dikurangi sehingga bangunan berisiko gampang roboh. Bisa jadi anggota keluarga pengelola ada yang terjerat narkoba, sehingga utang yang diambil berisiko tinggi gagal bayar.
Begitu pula dengan NKRI. Bila utang dikelola dengan baik, tidak ada lagi korupsi, dan seluruh aparatur Negara menjalankan fungsinya dengan baik, maka dapat dipastikan suatu saat nanti utang justru akan menjadikan negara ini kaya raya dengan sendirinya.
Sebab itu, langkah pemerintah untuk membangun manusia melalui sektor pendidikan, kesehatan, dan pemberantasan narkoba menjadi penting untuk membangun karakter bangsa. Tugas kita adalah turut berpartisipasi dan mengawasi mulai dari tingkat desa.
Penutup
Jika pengelola uang negara mampu mengelola utang dengan tepat dan amanah, modal pinjaman justru akan membantu Indonesia untuk tumbuh lebih cepat. Harapannya, hal ini turut membuka mata dunia bahwa Indonesia adalah negara yang besar. Indonesia memiliki begitu banyak potensi untuk digali dan merupakan lahan investasi yang menjanjikan. Misalnya melalui pembelian Surat Utang Negara (SUN).
Utang Bukanlah Momok
Oleh: Hermawan Sukoasih
Pegawai Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Sumber: Media Keuangan